Friday, September 23, 2011

Mengapa Sulit Berhenti Merokok?

(Foto: gettyimages)

LABEL peringatan sudah dicantumkan jelas di bungkus rokok, data penyakit akibat merokok juga disebutkan glambang, tapi sepertinya angka perokok kian naik. Rokok bak jebakan yang sulit bagi siapapun keluar darinya.

Data WHO mengidentifikasi 4.000 zat kimia terkandung dalam asap rokok; 250 jenis di antaranya berbahaya dan 50 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker. Pada orang dewasa, perilaku merokok dapat menyebabkan bronkitis kritis, emfisema, store, jantung koroner, dan kanker paru-paru.

Rokok juga merusak dinding pembuluh darah. Seperti diketahui, jantung dan pembuluh darah adalah penyebab nomor 1 kematian di Indonesia. Adakah fakta ini menggerakkan motivasi perokok untuk berhenti?

“Saya sejak 1991 berkecimpung dalam gerakan berhenti merokok. Kenyataannya, susah sekali untuk mengajak orang pada kebaikan, termasuk berhenti merokok. Perokok tahu bahwa rokok itu berbahaya, tapi tidak tahu bagaimana cara berhenti,” papar Dr Aulia Sani SpJP (K) FJCC FIHA FasCC, dokter ahli spesialis jantung dan pembuluh darah pada pembukaan Klinik Stop Merokok Sahid Sahirman Memorial Hospital (SSMH) di Jalan Jenderal Sudirman No. 86, Jakarta, Rabu (13/7/2011).

Sulitnya seseorang keluar dari jeratan “kenikmatan” sebatang rokok digambarkan oleh Dr Aulia.

“Rokok menyebabkan adiksi dan habituasi. Segera setelah kita menghisap rokok, nikotin akan terserap dalam darah dan diteruskan ke otak. Reseptor dalam otak menerimanya dan merespons dengan melepaskan dopamin, hormon yang menyebabkan rasa nikmat. Setelah rokoknya habis, rasa nikmatnya juga hilang. Dia butuh rokok lagi supaya terus merasakan kenikmatan, begitu seterusnya hingga ketagihan,” jelas mantan Direktur RS Harapan Kita ini.

Dr Aulia mengatakan, keinginan berhenti merokok sebaiknya tidak sekadar niat yang disimpan dalam hati, tetapi harus disampaikan ke orang-orang di lingkungan terdekat.

“Kalau mau berhenti merokok, saya sarankan pasien untuk memproklamirkan diri supaya orang lain tahu bahwa dia sedang berusaha. Mereka juga bisa dimanfaatkan sebagai pengingat karena sekali lagi, berhenti merokok perlu dukungan,” tandasnya.

Dr Aulia turut menyayangkan sikap setengah hati pemerintah Indonesia soal pembatasan tembakau dan rokok.

“Kalau tidak dilakukan penekanan, kita akan kalah. Faktanya, Indonesia satu-satunya negara yang tidak menandatangani kesepakatan dunia internasional, FTC (Federal Trade Commision-red) yang meminta negaranya untuk membatasi produksi rokok,” tandasnya seraya menyatakan bahwa RPP Tembakau yang kini digodok DPR RI juga masih mendapat banyak penolakan.

Temukan motivasi & dukungan!

Ketergantungan merokok bersifat multidimensional. Secara psikologis, ketergantungan merokok disebabkan oleh pengaruh lingkungan/sosial. Karenanya dalam usaha berhenti, perokok turut membutuhkan “support” orang lain.

“Sekarang, ada lima pasien yang ikut program di Klinik Stop Merokok. Rata-rata mereka sudah lama merokok, ada yang sampai 20 tahun, paling sebentar 5 tahun karena usianya juga masih muda. Sebenarnya motivasi mereka meningkat, tapi mengubah kebiasaan yang sudah setiap hari dilakukan, sulit. Banyak faktor yang menganggu; dalam diri dan dari luar diri,” kata Dr Sylvia D Elvira SpKJ (K), psikiater yang bergabung dalam tim media Klinik Stop Merokok SSMH pada kesempatan yang sama.

Ditambahkan Dr Sylvia, motivasi harus ditanamkan bila ingin benar-benar berhenti merokok. Ia menjelaskan berbagai motivasi melatarbelakangi para peserta Klinik Stop Merokok.

“Ada yang karena takut setelah dokter bilang paru-parunya rusak. Ada juga kemudian hanya menjadi social smoker, merokok kalau ketemu teman-temannya. Ada pula yang motivasinya karena anak,” ucapnya.

Apapun motivasinya, Dr Sylvia menegaskan bahwa perokok harus terus diingatkan. “Karena lingkungan masih penuh perokok, jadi kami kuatkan motivasi yang bersangkutan. Selanjutnya, pasien harus juga belajar untuk tidak terpengaruh meski, misalnya, diolok sama lingkungan pergaulannya,” tutupnya.

No comments:

Post a Comment